Skip to main content

KARAKTERISTIK AGAMA ISLAM Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

KARAKTERISTIK AGAMA ISLAM[1] Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Di antara karakteristik yang mengokohkan kelebihan Islam dan membuat umat manusia sangat membutuhkan agama Islam adalah sebagai berikut: 1. Islam datang dari sisi Allah Subhanahu wa Taala dan sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa yang menjadi mashlahat (kebaikan) bagi hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ “Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.” [Al-Mulk/67: 14] 2. Islam menjelaskan awal kejadian manusia dan akhir kehidupannya, serta tujuan ia diciptakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-...

PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



 PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM


Oleh

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


A. Definisi Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:


Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.

Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.


Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat/51: 56-58]


Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).


B. Pilar-Pilar Ubudiyyah yang Benar

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).


Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:


يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ


“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah/5: 54]


وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ


“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah/2: 165]


إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ


“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’/21: 90]


Sebagian Salaf berkata[2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq[3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy[5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”


C. Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.


“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[6]


Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:


Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca Juga  Al-Wala’ dan Al-Bara’

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ


“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah/2: 112]


Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”


Sebagaimana Allah berfirman:


فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا


“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi/18: 110]


Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.


Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat[7].


Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”


Jawabnya adalah sebagai berikut:


Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ


“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar/39: 2]


Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.

Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8]. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).

Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.

D. Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ


“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min/40: 60]


Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.


Baca Juga  Penutup Prinsip Dasar Agama Islam

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.


Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.


Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.


Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]


Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.


Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.


Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.


[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]

_______

Footnote

[1] Pembahasan ini dinukil dari kitab ath-Thariiq ilal Islaam (cet. Darul Wathan, th. 1421 H) oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Abdul Hamid, dan Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighaatsatul Lahafan oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Abdul Hamid

[2] Lihat al-‘Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary (hal. 161-162), Maktabah Darul Ashaalah 1416 H

[3] Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.

[4] Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.

[5] Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir.

[6] HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.

[7] Lihat al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid (hal. 221-222).

[8] Lihat surat Al-Maa-idah ayat 3

[9] Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67), oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid.

Referensi : https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html


Comments

POSTINGAN SIMANGUNSONG

SIFAT HURUF YANG MEMILKI LAWAN HAMS & JAHAR

                                                penjelasan lengkap lihat vidio di atas Sifat Huruf yaitu karakter yang selalu melekat pada suatu huruf. Semua huruf hijaiyah mempunyai sifat tersendiri yang bisa jadi sama atau berbeda dengan huruf lain, Sifat ini muncul setelah suatu huruf diucapkan secara tepat dari makhrojnya, keterangan sifat sebagai berikut ini : Hams  adalah samarnya suara pada pendengaran disebabkan terbukanya dua pita suara, dan tidak    adanya getaran pada keduanya, serta banyaknya udara yang mengalir ketika mengucapkan huruf.  hurufnya adalah :  فَحَثَّهُ شَخْصٌ سَكَتْ Jahr  adalah jelasnya suara pada pendengaran disebabkan tertutupnya dua pita suara, dan adanya getaran pada keduanya, serta tertahannya aliran nafas ketika huruf dibaca. hurufnya adalah :  عَظُمَ وَزْنُ قَارِئٍ ذِىْ غَضٍّ جِدٍّ طَلَبَ r...

Mad Far’i sukun ashlih mad lazim kalami mutsaqqal mad lazim kalami mukhaffaf mad lazim harfi mutsaqqal mad lazim harfi mukhaffaf

penjelasan lengkap lihat vidio di atas Mad Far'i yang bertemu dengan sukun adalah apabila mad tabi'i bertemu dengan sukun maka dibaca panjang    4, atau 5 harakat.  Mad Far'i yang bertemu dengan sukun terbagi menjadi 2 yaitu : sukun arid sukun ashlih sukun asli ini terbagi menjadi empat bagian : 1. mad lazim kalami mutsaqqal mad secara bahasa adalah panjang  lazim artinya pasti  mutsaqqal artinya berat kilmi berarti kata. mad lazim kalami mutsaqqal  apabila huruf mad bertemu dengan huruf bertasydid dalam satu kata maka dibaca panjang 6 harakat. Contoh : Surat Al-Fatihah Ayat 7 وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ Artinya, “dan tidak orang-orang yang sesat.” Huruf ha ( ضَّ ) beraharakat fathah bertemu dengan alif (ا) sukun dan bertemu dengan huruf lam ( لِّ ) yang bertasydid maka dibaca panjang 6 harakat. 2. mad lazim kalami mukhaffaf mad  secara bahasa adalah panjang  lazim  artinya pasti  mukhaffaf  artinya ringan kilmi ...

SOP KEPULANGAN SANTRI DI PESANTREN

  SOP KEPULANGAN SANTRI SOP kepulangan santri dibuat untuk memonitoring kepulangan santri, mulai dari santri keluar dari sekolah sampai kembali pulang ke sekolah, sebagai berikut :   1.      KEPULANGAN SANTRI HANYA 2 BULAN SEKALI DENGAN RINCIAN : a.        PULANG KE RUMAH HARI SABTU SORE b.       KEMBALI KEPONDOK AHAD SORE ( BAGI YG MELANGGAR DIHUKUM ) 2.    SANTRI WAJIB MELAPORAKAN KEMUSYRIF TERKAIT KEPULANGAN DAN MASUK KEMBALI KE PONDOK. 3.     SEBELUM PULANG SANTRI WAJIB DI TES BACAAN AL-QUR’AN OLEH KESISWAAN MINIMAL 1 ATAU 2 JUZ. 4.    SANTRI WAJIB MENULIS SURAT KELUAR PONDOK DAN BUKU INDUK KELUAR MASUK SANTRI DI PONDOK. 5.     MUSYRIF WAJIB MELAPORKAN SANTRI YANG BERADA DIPONDOK DAN PULANG SETIAP HARINYA. 6.   SANTRI YANG SAKIT MELAPOR KE MUSYRIF DAN MUSYRIF MELAPOR KE KESISWAAN UNTUK DITINDAK LANJUTI SEPERTI DIBERIKAN OBAT ATAU...

hukum idgham bilaghunnah

penjelasan lengkap lihat vidio di atas idgham bilaghunnah  yaitu meleburkan nun  sukun ( نْ ) atau tanwin ( ـَــًـ , ـِــٍـ , ـُــٌـ )   dengan huruf  ( ل – ر )  tanpa gunnah (dengung) yang dipanjangkan. Contoh  idgham bilaghunnah lihat vidio berikut ini : بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ اَلْقَارِعَةُۙ  مَا الْقَارِعَةُ ۚ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الْقَارِعَةُ  ۗ   يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِۙ وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِۗ   فَاَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهٗۙ فَهُوَ فِيْ عِيْشَ ةٍ رَّ اضِيَةٍۗ   وَاَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗۙ فَاُمُّهٗ هَاوِيَةٌ  ۗ  وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا هِيَهْۗ  نَارٌ حَامِيَةٌ ࣖ 1. Hari Kiamat, 2. Apakah hari Kiamat itu? 3. Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? 4. Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan, 5. dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. 6. Maka adapun orang yang berat timbangan (ke...